Rabu, 22 Desember 2021

FILSAFAT DAN INOVASI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Refleksi Belajar 

INOVASI DAN PENERAPAN FILSAFAT 

DALAM  PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA.


 

  1. Pendahuluan

Tahun 2020 tidak ada lagi ujian nasional dengan berbagai polemik saat sistem ini akan dihentikan. Perdebatan panjang para ahli pendidikan telah menghasilkan keputusan tidak diadakan lagi ujian nasional. Dengan tidak ada ujian nasional, kegiatan pendidikan di sekolah lebih terbuka untuk adanya inovasi pendidikan. Kungkungan adanya target capaian nilai saat siswa berada diakhir tingkat jenjang pendidikan sudah tidak ada lagi. Ini merupakan tantangan besar dimana dulu menurut Marsigit, 2017  megaproyek berapapun usaha inovasi pendidikan dan pembelajaran akan selalu kandas dan tidak berhasil memromosikan pendidikan inovatif, karena pada hakikatnya pendidikan inovatif hanya merupakan slogan populis yang sebenarnya disadari merupakan dunia lain yang tidak mungkin dicapai.

Pergeseran waktu begitu cepat di abad 21 ini dengan perkembangan teknologi yang cepat melesat melampaui kemampuan berpikir konvensional. Guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar benar-benar dapat dilihat dan dirasakan. Guru yang tidak up to date dan adaptif dengan teknologi menjadi guru yang ketinggalan dan akan ditinggalkan oleh siswa-siswanya. Saat ini siswa dapat belajar dari mana saja, kapan saja, dimana saja, dalam situasi apa saja atau dapat dikatakan siswa belajar tanpa batas dengan kemudahan teknologi. 

Kurikulum 2013 sudah diimplementasikan di lembaga pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Implementasi kurikulum di satuan pendidikan dituangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dievaluasi dan diperbaharui setiap akhir tahun pelajaran untuk menyongsong awal tahun pelajaran yang akan dijalani satuan pendidikan. Dokumen kurikulum yang telah disusun satuan pendidikan menjadi sumber rujukan dalam pelaksanaan pendidikan.

Kurikulum berdasarkan permendikbud no 61 Tahun 2014 dan Permendikbud no 35 Tahun 2018 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Pengembangan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Standar Nasional Pendidikan, kerangka dasar dan struktur kurikulum, dan pedoman implementasi kurikulum. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Sekolah Menengah Pertama memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan kurikulum dan diselenggarakanlah penguatan implementasi kurikulum 2013.

Penguatan implementasi kurikulum  mencakup diversifikasi kurikulum. Sekolah perlu menyelenggarakan pendidikan intrakurikuler, kokurikuler,  pembiasaan (menciptakan budaya satuan pendidikan), ekstrakurikuler, kriteria ketuntasan minimal, kriteria kenaikan kelas dan kelulusan, perencanaan pembelajaran. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah penguatan dibidang kompetensi abad 21 dimana siswa perlu dididik untuk tumbuh dan berkembang dengan kompetensi critical thinking, creativity, collaboration, dan communication. Keempat kompetensi ini perlu ditingkatkan dalam implementasi pendidikan di satuan pendidikan.

Kemampuan berpikir kritis atau critical thinking bertujuan  mengarahkan anak untuk dapat menyelesaikan masalah (problem solving). Berpikir kritis perlu diterapkan agar siswa dapat melatih diri untuk mencari kebenaran dari setiap informasi yang didapatkannya, dimana saat ini informasi sangat mudah didapatkan, namun informasi hoaks pun sulit dibedakan dengan informasi yang benar.  Keterampilan ini sangat diperlukan untuk mengatasi dampak negatif dari akses informasi tak terbatas di abad ke-21. Kemampuan literasi menjadi hal penting yang perlu ditumbuhkan pada kompetensi siswa, sehingga  pemerintah memunculkan model asesmen untuk mengetahui kemampuan tersebut. Soal yang disajikan diupayakan dapat mengukur kedalaman berpikir kritis.

Creativity atau kreativitas dapat dimaknai sebagai kemampuan berpikir outside the box tanpa dibatasi aturan yang cenderung mengikat. Anak-anak yang memiliki kreativitas tinggi mampu berpikir dan melihat suatu masalah dari berbagai sisi atau perspektif. Hasilnya, mereka akan berpikiran lebih terbuka dalam menyelesaikan masalah. Disini didukung dengan permasalahan yang disajikan saat pembelajaran adalah permasalahan yang bersifat open ended sehingga siswa diberi keleluasaan mengeksplorasi pengetahuan yang telah diperoleh untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan. 

Collaboration adalah aktivitas bekerja sama dengan seseorang atau beberapa orang dalam satu kelompok untuk mencapai tujuan yang ditetapkan bersama atau dalam latihan telah ditetapkan oleh guru. Aktivitas bekerja sama ini penting diterapkan dalam proses pembelajaran agar siswa mampu dan siap untuk bekerja sama dengan siapa saja dalam kehidupannya mendatang. Dalam berkolaborasi siswa akan terlatih untuk mengembangkan diri dalam kelompok untuk memperoleh solusi terbaik yang bisa diterima oleh semua orang dalam kelompoknya. Nilai-nilai sikap sosial timbul dengan adanya interaksi saat proses pembelajaran. Kedalaman rasa untuk saling menghargai, tidak egois, berpikir keberagaman dan berbagai karakter baik muncul dan berkembang.

Communication adalah kemampuan siswa dalam menyampaikan gagasan dan pikirannya secara cepat, jelas, dan efektif. Keterampilan ini terdiri dari sejumlah sub-skill, seperti kemampuan mengolah bahasa yang tepat sasaran, kemampuan memahami konteks, serta kemampuan membaca pendengar (audience) untuk memastikan pesannya tersampaikan. Hal ini perlu dilatihkan agar kebermanfaatan siswa di lingkungannya lebih dapat dirasakan oleh orang lain. Disharmonisasi informasi dapat berbuntut panjang dengan tindakan yang memunculkan disorientasi konstruktif. Tentu hal ini tidak diinginkan semua pihak. 

Untuk itu perlu diselenggarakan pendidikan yang memperhatikan karakteristik satuan pendidikan, siswa, wilayah/ daerah, bersifat integralistik dengan berkolaborasi antar mata pelajaran. Disinilah diperlukan inovasi pendidikan baik internal mata pelajaran maupun antar mata pelajaran dalam suasana kolaboratif. Untuk mewujudkan pembelajaran kolaboratif antar mata pelajaran tidaklah mudah, perlu sikap terbuka dalam hal konten kompetensi dasar spesifik masing masing mata pelajaran sehingga guru satu dengan lainnya saling mengetahui kemungkinan kolaborasi yang dapat dilakukan. 

Memperhatikan target dan tujuan kurikulum terutama target capaian penyampaian kompetensi dasar, maka kolaborasi lebih disarankan untuk kegiatan kokurikuler atau yang setara dengan tugas mandiri tidak terstruktur atau pembelajaran berbasis proyek yang kolaboratif. Hal ini terkait dengan waktu pelaksanaan kegiatan pendidikan kokurikuler yang cukup memakan waktu. Pelaksanaan kegiatan perlu disinergikan dengan program sekolah, sehingga dapat dijadwalkan dengan baik sesuai situasi dan kondisi yang terjadi.

Pembelajaran jarak jauh sebagai dampak pandemi covid 19 menuntut inovasi dalam metode, strategi, dan teknis pembelajaran sehingga target capaian kurikulum dapat diupayakan mendekati kurikulum yang disederhanakan oleh balitbang kemdikbud. Kurikulum penyederhanaan balitbang yang sudah diberlakukan sejak tahun 2019 memangkas beberapa kompetensi dasar sehingga diupayakan perlu pemetaan materi esensial minimal yang dipelajari siswa. Target capaian kurikulum yang dituangkan dalam silabus perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang aktual di satuan Pendidikan.

Dibeberapa sekolah yang memungkinkan penyelenggaraan pendidikan dengan cara yang baik, diperbolehkan menggunakan kurikulum nasional. Tentu saja ini tidak banyak, dikarenakan pandemi covid 19 melanda hampir di seluruh daerah dengan resiko yang tinggi jika proses pendidikan dilaksanakan dengan cara seperti sebelum pandemi covid 19.

  1.  Filsafat Pendidikan  Matematika dan Penerapannya

            Orang tua pada umumnya masih merasa bangga dengan putra-putrinya yang dapat menguasai pelajaran matematika dengan dibuktikan nilai yang tidak mengecewakan. Nilai pembelajaran matematika yang tinggi merupakan lambang kebanggaan penguasaan ilmu. Sejalan pemahaman ini nilai matematika yang rendah turut menurunkan gengsi, bahkan kadang harapan masa depan. Tidak mengherankan sebagian orang tua berupaya dengan gigih agar anaknya mendapatkan nilai yang tinggi. Opsi dengan memberikan les tambahan, melengkapi buku-buku penunjang belajar, menyediakan guru privat dan lain sebagainya.

            Jaminan kebahagiaan seakan mudah diraih bila seseorang memiliki nilai bagus dalam bidang matematika. Kebahagiaan yang sebenarnya ada dihati diperoleh dari ketenteraman jiwa. Ketenteraman jiwa didapat dari hati yang tenang. Ilmu yang tinggi dan dengan pemahaman yang baik memang lebih memungkinkan untuk mengendapkan emosi yang pada tahap berikutnya lebih menenteramkan dan membahagiakan. Capaian materi bukan satu-satunya alat untuk menggapai kebahagiaan. Namun tidak dipungkiri, capaian materi lebih mempermudah dalam mendukung kebahagiaan.

            Tidak jarang anak-anak yang bagus nilainya di kelas awal akan mengalami kesulitan atau turun nilainya pada tahap kelas tinggi, menengah, atas dan kuliah. Tentu ini tidak diharapkan terjadi, namun tidak sedikit yang mengalami kejadian penurunan nilai ini. Tahapan berpikir anak ditingkat awal dimana pembelajaran matematika masih sederhana dan mudah diterima. Pada tahap selanjutnya diperlukan pengetahuan , pengalaman, relasional konsep, ketelitian, kejelian, dan berbagai kompetensi lain untuk dapat memecahkan persoalan matematika yang tentu saja semakin kompleks.

Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu cara untuk mendekatkan matematika kedalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan mampu membangkitkan motivasi dalam diri anak untuk lebih dalam belajar matematika. Proses berpikir induktif dan deduktif dipadukan untuk melengkapi pemahaman anak yang mulai berkembang interaksi sosial dan pengetahuannya. Obyek belajar matematika adalah sesuatu yang abstrak, namun dapat dipelajari dari sesuatu yang konkrit. Dengan proses berpikir yang panjang, siswa melakukan imajinasi dengan cara sintesis atau  abstraksi dan idealisasi membentuk konsep matematis yang diterima dari sesuatu yang konkret menuju bentuk konsep abstrak.

Konsep yang sudah dipelajari dalam alam pikir membentuk skema-skema pengetahuan yang dalam pembelajaran perlu dikoneksikan antara satu dengan yang lainnya. Menurut Skemp(1987) koneksi skema satu dengan lainnya merupakan pemahaman relasional yang baik untuk memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan yang tidak jarang mudah diselesaikan dengan pengetahuan matematis yang telah diperoleh. Keterampilan mengabstraksikan dan mengidealisasikan konsep dasar matematika kemudian keterampilan mengoneksikan berbagai konsep yang diperoleh menentukan kemampuan memahami persoalan matematis. Setelah memahami persoalan matematis siswa kemudian dapat mengembangkan pengetahuannya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Skema konsep yang telah dimiliki siswa mudah dimunculkan dengan model resonansi. Munculnya konsep untuk dikoneksikan dengan konsep lain seakan mucul akibat gelombang yang meresonansi nada lainnya. Tentu hal ini dapat membantu siswa mengoneksikan dan mempercepat tumbuh dan berkembangnya pengetahuan skematis dalam diri siswa.

Persoalan penjumlahan bilangan bulat 7+3 dapat diselesaikan dengan mudah dengan hasil 10, namun dengan pengetahuan yang lain, setelah siswa mempelajari bilangan basis, mungkin saja hasil penjumlahan tersebut berbeda. Disinilah berpikir relatif dalam pengetahuan menjadi lebih terbuka. Matematika termasuk ilmu pasti, namun hasil nilai mutlak benar belum tentu dapat ditentukan. Nilai relatif menjadi hal yang membatasi bentuk pemahaman konsep satu dengan lainnya. Batasan ini menjadi penting berdasarkan pikiran yang telah terisi konsep-konsep dan skema. 

Belajar permasalahan garis dengan panjang tanpa batas dengan sifat garis yang sangat ideal, tidak memiliki ketebalan, dan lain sebagainya ada dalam alam ideal dan menjadi kurang tepat jika digambar. Gambar garis yang ada merupakan upaya pemahaman melalui visualisasi konsep pikir ideal. Konsep pikir ideal ini tentu saja tidak mungkin digambarkan. Nah disini peran berpikir abstraksi ideal untuk mendapatkan pemahaman yang sebenarnya dari konsep garis pada bangun datar.

Proses panjang berpikir matematis memudahkan dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan. Permasalahan kehidupan yang beraneka dapat dibantu penyelesaiannya dengan logika berpikir matematis. Tentu tidak kemudian berpikir praktis matematis. Karena ilmu matematika berada dalam alam konsep abstrak, ideal, dan ada dalam alam pikir ideal.

  1. Ideologi Pendidikan Matematika

Ideologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup: Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu edios yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis. Ideologi merupakan pedoman yang dipakai oleh seluruh kelompok sebagai dasar cita-cita, nilai dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi.

Ideologi pendidikan matematika membahas dan mengungkapkan tentang bagaimana pendidikan matematika dapat diimplementasikan baik secara radikal, konservatif, liberal ,dan demokrasi. Landasan pendidikan matematika membenarkan untuk mendapatkan status dan dasar dalam kasus ontologi, epistemologi dan aksiologi. Pendidikan matematika  menekankan pada Matematika sebagai kegiatan mencari pola dan hubungan. Matematika adalah kegiatan kreatif yang melibatkan imajinasi, abstraksi, intuisi dan penemuan; Matematika sebagai sarana pemecahan masalah. Matematika sebagai sarana mengomunikasikan informasi atau ide. 

Menurut Teori Perry dalam Edy Bambang Irawan (2012) perkembangan etika dan intelektual dibagi dalam 9 level yang dimampatkan menjadi 4 level yakni dualisme, multiplistik, relativisme dan komitmen.

1.      Level dualisme

Orang pada level ini berpandangan bahwa setiap persoalan / pertanyaan mempunyai jawaban, atau setiap masalah mempunyai penyelesaian, dan setiap ahli akan mengetahui dan menyediakan jawaban tersebut. Kecenderungan guru bersifat powerfull sebagai sumber belajar atau teacher centered, siswa cenderung sebagai obyek pendidikan. 

2.      Level multiplistik 

Orang pada level ini memandang  bahwa segala sesuatu dihargai berdasarkan cara berpikir dan keyakinan masing-masing. Dengan pandangan ini, pendidikan lebih bersifat demokratis, sehingga siswa dapat lebih terbuka mengemukakan pendapat. Proses pendidikan lebih terbuka dan terlihat lebih hidup dengan saling berbagi dan menghargai pendapat yang berbeda. Interaksi dalam proses pendidikan dapat menumbuhkan keberanian dan tanggung jawab.

3.      Level relativisme 

Orang pada level ini berpandangan bahwa tidak semua gagasan atau pemikiran bernilai baik secara bersama, terdapat kriteria untuk mengevaluasi gagasan tersebut sesuai konteks evaluasinya. Disini lebih terbuka dan obyektif memandang kebenaran yang diungkapkan oleh orang lain, baik guru maupun siswa. Hal ini dikarenakan konteks berpikir siswa tersebut dapat berbeda dengan konteks berpikir yang dimiliki oleh guru maupun siswa satu dengan lainnya.

4.      Level komitmen 

Disini seseorang berpandangan bahwa sesuatu keputusan hanya dapat dibuat dengan berdasarkan pada ketidakpastian. Pada tahap ini, seseorang akan menerima sesuatu gagasan bersifat alternatif dalam memecahkan permasalahan, dan pengetahuan dipandang sebagai struktur individu dalam menafsirkan pengalaman yang dihadapi. 

  1. Teori dan Model model pendidikan matematika

Begitu banyak teori belajar dalam pendidikan matematika. Teori belajar tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan. Secara garis besar ada dua teori belajar yakni teori belajar kognitivisme dan teori belajar humanis.

1.    Teori belajar kognitivisme

Belajar merupakan suatu proses interaksi antara individu dengan lingkungannya dengan melibatkan proses berpikir/bernalar. Teori ini mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan sehingga pengetahuan itu bersifat non-objektif, temporer, serta selalu berubah. mengenal konsep bahwa belajar adalah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Jadi dengan adanya teori kognitivisme seorang siswa akan memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan tetap setia dalam ingatan. Siswa dilatih untuk berpikir secara cerdik untuk menyelesaikan masalahnya dan harus dapat menggali pengetahuannya sendiri.

Dengan demikian siswa akan dapat berkembang lebih luas alam pemahaman pembelajarannya. Dari sini timbul kesenjangan pemahaman siswa, dimana siswa yang aktif akan memiliki pemahaman yang lebih cepat dan luas dibanding siswa yang kurang aktif. Kesenjangan ini dapat begitu jauh jaraknya. Peranan guru untuk menyelaraskan pemahaman agar tidak terlalu jauh kesenjangannya menjadi hal yang cukup penting.

2.    Teori belajar humanis

Teori ini memandang siswa dari sudut siswa, menghindarkan diri dari sikap otoriter. Pendekatan humanis lebih menyentuh sisi siswa selaku individu dengan hak-hak yang dihormati.

Dalam belajar diharapkan siswa tumbuh motivasi intrinsik atau dari dalam diri siswa tumbuh kesadaran dan motivasi belajar terbebas dari ancaman ataupun tekanan dari luar diri siswa. Siswa diharapkan dapat menemukan tujuan belajarnya sehingga lebih bermakna bagi diri siswa yang selanjutnya dapat dirasakan manfaatnya. 

     Model pembelajaran dalam pendidikan matematika mengacu pada pedoman kurikulum 2013 ada 3 model yakni 

1.         Model Pembelajaran Berbasis proyek (Project Based Learning)

Model pembelajaran ini melibatkan keaktifan siswa dalam memecahkan masalah. Dilakukan secara berkelompok/mandiri melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk untuk selanjutnya dipresentasikan kepada orang lain. Model pembelajaran ini memerlukan perencanaan, pelaksanaan, dan presentasi diakhirnya. Model ini cocok untuk pembelajaran kokurikuler atau model tugas mandiri tidak terstruktur yang dapat diselaraskan dengan mata pelajaran yang lain atau berkolaborasi dengan mata pelajaran yang lain. Pengalaman belajar siswa lebih luas dan lebih beragam.

Kolaborasi antar siswa dan kolaborasi antar mata pelajaran menunjukkan bahwa ilmu matematika tidak berdiri sendiri, begitu pula ilmu-ilmu yang lain saling mendukung untuk dapat digunakan dalam menyelesaikan permasalahan. Pengalaman belajar siswa lebih beragam. Siswa tidak hanya aspek kognitifnya yang hendak dikembangkan. Pengembangan karakter siswa terbentuk saat interaksi kolaboratif.

Siswa dengan kompetensi kognitif tinggi belum tentu dapat bertindak baik dalam kondisi lapangan kegiatan, tidak jarang siswa dengan kemampuan biasa saja dapat memimpin, berkomunikasi, mengorganisasi kelompoknya, sehingga kinerja kelompok menjadi lebih terkoordinasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ditugaskan pada proyek.

Hubungan sosial dalam satu kelompok maupun dengan sumber informasi yang relevan digali memperluas jangkauan pengalaman belajar. Karakteristik koneksi sosial terkait tugas memberikan pengalaman yang mendukung kompetensi dasar yang hendak dikembangkan.

2.         Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Model pembelajaran ini bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para siswa belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan selanjutnya siswa  memperoleh pengetahuan dari pengalaman belajarnya. Keterampilan menyelesaikan masalah dengan dasar ilmu yang dimiliki sambil terus mengembangkan diri belajar untuk kreatif menghubungkan pengetahuan satu dengan lainnya. Berpikir matematis dalam menghadapi permasalahan merupakan pengalaman belajar yang diharapkan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu matematika memang bersifat abstrak, namun dapat diimplementasikan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan  kontekstual.

Konektivitas antara masalah yang disajikan dengan kompetensi dasar serta tujuan pembelajaran harus selaras dan sejalan, sehingga permasalahan yang disajikan memudahkan siswa belajar. Bila permasalahan yang diambil tidak mendukung kompetensi dasar, maka tentu saja tujuan pembelajaran menjauhi  ketercapaian tujuan pembelajaran.

3.         Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)

Proses pembelajaran terjadi  apabila  materi pembelajaran  tidak  disajikan dalam  bentuk finalnya,  tetapi  diharapkan  siswa itu yang mengorganisasi  sendiri untuk menemukan konsep. Menemukan kembali konsep-konsep dengan mempelajari asal muasal konsep yang kontekstual membimbing siswa untuk memahami dan bangga dengan penemuannya. Meskipun sebenarnya siswa hanya menemukan kembali konsep ilmu yang telah ditemukan oleh ilmuwan sebelumnya.

Pada masa sekarang paradigma belajar diarahkan bukan bersifat untuk kompetitif individual, namun lebih pada belajar secara kolaboratif. Dengan sistem belajar kolaboratif, siswa memiliki kemampuan yang tidak bersifat individual, namun  komunal dan memiliki kebaikan karakter dalam kelompok.

Jalan untuk menemukan kembali konsep matematika merupakan proses pembelajaran yang memerlukan kejelian dalam menghubungkan konsep satu dengan lainnya. Jalan ini tentu tidak mudah, diperlukan kegigihan dan keuletan untuk mencapai taraf menemukan kembali konsep.

  1. Inovasi Pendidikan Matematika

Pembelajaran sebelum tahun 2019 dilakukan dengan cara pertemuan tatap muka. Sistem pembelajaran dilaksanakan dengan baik mengikuti teori belajar terkini dengan mengakomodir kepentingan kurikulum yang telah ditetapkan dinas terkait dan juga satuan pendidikan. Pengembangan metode, strategi, dan model pembelajaran yang diterapkan dapat diterapkan sesuai kondisi ideal maupun real dan dapat dilanjutkan improvisasi yang menghasilkan inovasi atau setidaknya modifikasi. 

Perubahan teacher centered ke student centered   berimplikasi panjang dalam pembelajaran yang dilakukan guru di satuan pendidikan. Guru  yang belum menerapkan sistem pembelajaran berorientasi student centered  terus diupayakan menerapkannya. Kepala Sekolah, Pengawas sekolah, dan Dinas Pendidikan terus memberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga diharapkan mampu melaksanakan pembelajaran dengan baik.

Awal tahun 2019 pandemi covid 19 melanda dunia. Pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sebagaimana biasa dan sebagaimana mestinya. Hal ini membuat porak poranda sistem pendidikan di satuan pendidikan terutama bagi guru yang belum siap dengan pengetahuan dan keterampilan sistem daring. Beberapa cara pembelajaran daring telah dilatihkan oleh lembaga pemerintah maupun swasta. SEAMEO adalah salah satu lembaga yang intensif menyelenggarakan kegiatan pelatihan untuk guru dengan cara daring jauh sebelum pandemi covid 19. Guru yang dilatih pun sudah ribuan, namun belum menjangkau seluruh guru, bahkan masih jauh lebih banyak guru yang belum tersentuh untuk berlatih sistem pembelajaran daring. 

Guru yang aktif dan telah praktik belajar sistem pembelajaran daring telah memiliki kesiapan yang lebih baik dibanding guru yang belum berlatih. Tentu saja adaptasinya pun jauh lebih baik serta cepat mengantisipasi keadaan. Mulai membuat ruang virtual, menyampaikan pembelajaran, menyampaikan materi pembelajaran, sistem penyampaian pembelajaran, mempersiapkan daftar hadir, sistem evaluasi, sistem pelaporan dan lain-lain. Inovasi pun bermunculan untuk mengatasi kesulitan yang mengiringi sistem pembelajaran yang baru. Hadirnya inovasi tidak terlepas dari masalah yang selalu mengiringi suatu metode atau sistem yang baru diterapkan.

Kegiatan inovasi yang dilakukan sebagian besar menggantungkan pada sistem jaringan global atau internet. Jaringan internet menjadi poros penggerak kegiatan pembelajaran sistem daring. Melek dengan teknologi menjadi kebutuhan setiap orang. Guru yang tidak segera beradaptasi dengan kemajuan yang begitu cepat akan ditinggalkan oleh sistem. 

Upaya menghadirkan guru di rumah siswa dalam tatap maya tentu saja tidak mudah, apalagi tidak sekedar hadir dan berceramah layaknya webinar. Siswa mengalami kesulitan yang lebih kompleks dengan pembelajaran daring dan hanya menatap maya guru maupun teman-temannya. Kesulitan teknis berupa sinyal, kuota internet, keterbatasan perangkat, turut andil dalam pemahaman pembelajaran yang diselenggarakan. Hidup secara digital dapat diadaptasi dengan cepat oleh siswa, namun hidup dan belajar secara digital nampaknya belum dapat segera diatasi oleh siswa. Belajar digital pun tidak serta merta mudah bagi guru. 

Blended Learning System menjadi salah satu sistem yang diberlakukan sebagai bagian mengatasi berbagai kendala teknis maupun kendala penyampaian konten pembelajaran secara daring. Repot dan terasa lebih melelahkan, namun inilah pilihan dalam meminimalkan resiko penularan covid 19. Bahan materi atau tugas disiapkan oleh guru untuk diambil dan dikerjakan oleh siswa. Untuk pengambilan tugas dan pengumpulan tugas dapat dilakukan oleh orang tua / wali agar dapat menjaga protokol kesehatan.

Pembelajaran tatap muka yang sudah dimulai diakhir tahun 2021 merupakan angin segar pelaksanaan pembelajaran yang memudahkan siswa belajar. Namun dengan persentase yang belum semuanya diperkenankan masuk tatap muka menimbulkan permasalahan bagi siswa yang tetap di rumah yang melaksanakan pembelajaran daring. Kombinasi cara mengajar guru untuk tatap muka dan daring secara bersamaan atau synchronous tidak mudah dilaksanakan. Lebih banyak dan mudah dengan cara pembelajaran  asynchronous.

Durasi waktu pembelajaran tatap muka yang masih sangat terbatas tidak mudah untuk menyelesaikan permasalahan pembelajaran. Guru pun tidk diperkenankan untuk terlalu dekat secara fisik dengan siswa, siswa pun tidak boleh dekat dengan guru maupun siswa lainnya. Protokol kesehatan untuk menjaga kesehatan bersama perlu dijaga dengan baik agar tidak timbul masalah kesehatan yang membahayakan keselamatan jiwa guru dan siswa.

  1. Contoh Penerapan dan inovasi Pembelajaran Matematika

1.      Papan tulis digital

Lazimnya pembelajaran tatap muka, pembelajaran daring pun ada baiknya guru dapat memperjelas pemahaman siswa dengan  penjelasan di papan digital. Papan tulis digital banyak dan beragam, tinggal memilih mana yang paling sesuai dengan kebutuhan. Software activinspire adalah contoh sarana yang dapat digunakan sebagai papan tulis digital matematis. Berbagai bentuk geometri dan pengukuran dapat ditunjukkan dengan mudah dan jelas. Mengukur besar sudut, mengukur panjang ruas garis, menggambar lingkaran, juring lingkaran, dan lain-lain dapat ditunjukkan dengan baik

Papan tulis digital juga dapat dengan mudah ditampilkan dengan aplikasi office. Fitur di office under Windows, linux mengakomodir kepentingan screen drawing maupun icon toolbar drawing. Fasilitas ini memungkinkan guru atau siswa jika ada dukungan perangkat dapat menyampaikan presentasi materi pembelajaran yang relevan. Dengan demikian pembelajaran dapat lebih memenuhi kebutuhan interaksi.

Siswa yang cepat dalam memahami pembelajaran tentu dengan cukup mudah menyerap ilmu yang dipelajari. Untuk siswa yang tidak cepat mempelajari, kegiatan pembelajaran dapat direkam dan disampaikan hasil rekaman tersebut kepada siswa yang berhalangan saat pembelajaran synchronous dilaksanakan. Rekaman dapat didokumentasikan dalam soft file komputer, maupun cloud.  

2.      LKPD digital

Lembar kerja peserta didik biasanya dibagikan dalam bentuk kertas untuk dijadikan acuan kegiatan pembelajaran. Siswa mengikuti dan mengerjakan sesuai petunjuk di LKPD yang mendukung tujuan pembelajaran saat itu. LKPD merupakan hal penting untuk memudahkan proses pembelajaran. LKPD digital menjadi alternatif untuk mengatasi kesulitan pembelajaran daring. Google doc, google slide, google spreadsheet, live worksheet adalah contoh perangkat yang dapat digunakan untuk menyelenggarakan LKPD digital.

Dengan LKPD digital, konten, gambar, grafik dapat ditampilkan dalam mode color full. Dengan warna yang lebih variatif, diharapkan lebih menarik dalam tampilan dan lebih memotivasi ketertarikan mempelajari materi yang diberikan. Selanjutnya diharapkan pemahaman juga mengalami peningkatan. LKPD pun bahkan dapat disajikan dengan dukungan video kontekstual, dengan demikian suasana kontekstual lebih mendekati pola pembelajaran high order thinking skill.

Kegiatan ini bahkan dapat dilakukan bersama-sama dari tempat yang berbeda. LKPD yang dikerjakan bersama dalam satu media digital bersama memberikan pengalaman belajar yang variatif. Kendala umum yang muncul adalah kesulitan jaringan internet atau kemampuan daya dukung perangkat.

3.      Pembelajaran berdiferensiasi

Pembelajaran ini berangkat dari karakteristik peserta didik yang beragam. Ada siswa yang lebih senang dan mudah belajar secara auditori, ada yang visual, ada yang audio visual, ada pula yang kinestetik. Kesemuanya memiliki kesulitan berbeda dalam menerima pembelajaran.  Pembelajaran berdiferensiasi mengakomodir karakteristik siswa, oleh karena itu guru perlu mendata karakteristik siswa dan menyiapkan metode, model, dan strategi pembelajaran yang cocok untuk siswa atau kelompok siswa. 

Dari hasil pendataan,  guru kemudian memetakan dan mengelompokkan siswa kedalam kelompok terdekat untuk cara belajarnya. Hal ini perlu dilakukan karena tidak mungkin seluruh siswa dengan karakteristik masing-masing dapat terlayani individual. Namun setidaknya dengan cara ini ada sentuhan yang lebih mendekatkan pada sifat terdekat pada diri siswa. Perencanaan dituangkan dalam perencanaan pembelajaran berdiferensiasi.

Strategi diferensiasi ada tiga yakni :

a.       Diferensiasi konten

Materi yang akan dipelajari oleh siswa perlu dipersiapkan lebih spesifik. Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan terhadap kesiapan, minat, dan profil belajar siswa maupun kombinasi dari ketiganya. Konten pokok materi pembelajaran tetap mengacu pada silabus, namun pengembangan konsep yang ada, atau jalan untuk mencapai pencapaian tujuan pembelajaran dapat beraneka ragam.

b.      Diferensiasi proses

Proses mengacu pada bagaimana siswa akan memahami atau memaknai apa yang dipelajari. Proses pembelajaran memperhatikan cara belajar siswa dengan karakteristiknya. Kegiatan ini tetap dalam kontrol guru sesuai skenario pembelajaran yang direncanakan.

c.       Diferensiasi produk

Produk adalah hasil pekerjaan atau unjuk kerja yang harus ditunjukkan siswa kepada guru (dapat berupa karangan, pidato, rekaman,diagram) atau sesuatu yang ada wujudnya baik manual maupun digital. Kebebasan siswa mengapresiasikan pendapatnya melalui cara-cara yang sesuai dengan ekspresi diri memudahkan siswa mengomunikasikan hasil belajarnya.

 

Daftar Pustaka

 

Bambang Faedoni, 2019, Filsafat Pendidikan Matematika Tujuan dan Ideologi Pendidikan Matematika Chapter 6, makalah kuliah filsafat

 

Edy Bambang Irawan, 2012, The Challenge Of Mathematics Teachers In Dealing With Various Curriculum Changes (A Theoretical Review) dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

 

Marlina, 2020, Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi Di Sekolah Inklusif, Afifa Utama, Padang

 

Marsigit, 2017, Inovasi Pendidikan Matematika  Dalam Tantangan Global

Dipresentasikan pada: Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

Richard R. Skemp, 1987,The Psycholohy Of Learning Mathematics, Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, Hillsdale New Jersey

Veni Widi Astuti, 2021, Pembelajaran Berdiferensiasi dan Penerapannya I Kelas, Kemdikbud Riset dan Teknologi, Jakarta

http://jiannuriah.blogspot.com/2015/01/peran-filsafat-dalam-pembelajaran.html, diakses Ahad, 19 Desember 2021 jam 05.30 WIB

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

feature ringan

  Veteran Pramuka Moyudan “Tersesat Bahagia” di Magelang Hari itu Sabtu, 25 Oktober 2025, pagi yang sedikit mendung di Pedaran jadi saksi se...