Bener dan Pener
Kebenaran yang diungkapkan harus tepat ruang dan waktu dalam bahasa daerah (Jawa) pener. Tentu kebenaran dalam olah pikir memerlukan perenungan agar konsisten setelah melakukan analisa dari logika-logika yang dijalani. Pembuktian kebenaran dapat dilakukan dengan berdasarkan pengalaman yang sering disebut kebenaran empiris. Pembuktian kebenaran dalam alam pikir dapat dilakukan dengan rasionalisasi alam pikir.
Perubahan berjalan terus tidak ada yang tetap, karena yang terus berjalan adalah perubahan. Saat kita mengatakan A maka, tidak lagi dapat diulangi waktu yang ada saat itu. Perubahan posisi A dalam rumusan A=A ada dalam alam pikir, kalau dalam kenyataan posisi keduanya berbeda sehingga sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai kebenaran. Kebenaran A=A ada dalam alam pikir tidak dalam tulisan maupun simbol-simbol yang ada.
Dalam proses menemukan kebenaran tidak perlu meragukan kebenaran keberadaan Tuhan apalagi sampai tidak percaya adanya Tuhan untuk mendapatkan kebenaran keberadaan Tuhan. Kebenaran keberadaan Tuhan tidak boleh sampai muncul ketika mempelajari kebenaran dalam filsafat. Belajar ilmu filsafat harus dilandasi dengan keimanan sehingga kebenaran yang diperoleh adalah kebenaran yang bermakna dalam kehidupan.
Kebenaran ilmu harus merupakan kombinasi antara sintetik dan apriori, tidak baik kalau memisahkan keduanya. Pemisahan oleh kekuasaan dan sifat egoisme menimbulkan ketidakseimbangan pemikiran. Pemisahan ini menimbulkan kesemuan kebenaran dimana kebenaran yang didapat hanya dari satu sisi.
Oleh karena itu bertindak dan berpikir secara tepat menentukan kebijakan yang dilakukan seseorang. Kebijakan dalam bertindak berdasarkan kebenaran yang didapat dari olah pikir dilandasi ketepatan berpikir menempatkan “bener dengan pener “ yakni benar dan tepat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar